PENDAHULUAN
Perlintasan sebidang antara jalan rel
dengan jalan raya merupakan fenomena yang sangat unik dibidang transportasi,
sebab masing-masing moda tersebut memiliki sistem prasarana yang berbeda serta
sarana yang dioperasikan dengan sistem yang berbeda juga. Dari kedua moda
transportasi tersebut masing-masing memiliki undang-undang tersendiri, dari
sisi pengelola dan penanggung jawab berbeda juga. Apabila kedua moda
transportasi dengan karakteristik yang berbeda tersebut bertemu pada pintu
perlintasan (level crossing), daerah
tersebut memiliki rei=siko tinggi.
Pertemuan antara dua moda
tersebut berpotensi terjadi kecelakaan yaitu tabrakan antara kereta api dengan
angkutan jalan. Perkeretaapian yang operasinya dapat dikontrol merupakan
sebagian permasalahan sedangkan sebagian permasalahan lainnya yaitu kendaraan
jalan raya, dimana sepenuhnya tidak mampu di kontrol oleh satu entitas.
Meskipun peraturan lalulintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah
cukup mapan, namun pergerakan pengguna jalan tidak diorganisir dan dipantau
oleh satu entitas spesifik sepertihalnya pergerakan kereta api.
Tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang
menimbulkan kerugian jiwa maupun materi. Selain itu dilain pihak kerugian juga
dialami oleh para pengguna lalu-lintas di jalan raya. Yaitu gangguan berupa
tundaan (delay) yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi pengguna
jalan raya, baik kerugian akibat bertambahnya waktu perjalanan yang ditempuh
oleh pengguna jalan raya dimana kenderaannya akan berhenti sehingga menimbulkan
antrian kenderaan di pintu perlintasan sebidang maupun kenyamanan pengguna
jalan raya dalam berlalu lintas akibat perubahan geometrik jalan yang
diakibatkan oleh rel kereta api. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap
kondisi rambu, marka sistem peringatan di pintu perlintasan sebidang agar
berkurangnya kemungkinan terjadinya kecelakaan di pintu perlintasan sebidang.
Kecelakaan di perlintasan sebidang
kereta api dengan jalan jalan cenderung tiap tahun meningkat, penyebab utama
merebaknya perlintasan kereta api tanpa palang pintu yang berada di jalan
negara, propinsi dan kabupaten, tidak terkecuali perlintasan didaerah pedesaan
yang tidak resmi semakin marak. Selain itu tidak kalah pentingnya faktor
manusia pengguna jalan yang menerobos pintu perlintasan, tanpa memperdulikan
tanda bahwa kereta api akan lewat, walaupun secara jelas pintu perlintasan
sudah atau sedang ditutup.
Perjalanan kereta api telah terikat
dengan jadwal dan jalan rel (track bound),
maka tidak bisa berhenti di sembarang tempat, namun disisi lain masih banyak
perlintasan sebidang dengan moda angkutan jalan. Dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 2007 pasal 91 ayat (1), bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan
jalan dibuat tidak sebidang, sehingga apabila masih terdapat perlintasan sebidaang,
maka kereta api mendapat prioritas berjalan dan pemakai jalan menunggu sampai
kereta api lewat.
Untuk menekan tingkat kecelakaan pada
perlintasan kereta api, maka sangat penting diketahui penyebab utama terjadinya
kecelakaan dan berupaya pemecahan masalahnya. Sehingga kerugian hilangnya
waktu, energi dan faktor psikologis dapat dihindari sedini mungkin, tidak
berkelanjut terjadinya kecelakaan pada perlintasan sebidang.
RUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahannya
tingkat kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, belum bisa ditekan atau berkurang bahkan dihindari. Sedangkan
tujuan yang diharapkan dapan menekan tingkat kecelakaan diperlintasan sebidang
bahkan tidak terjadi kecelakaan (zero
accident).
PEMECAHAN MASALAH
Kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor pada perlintasan
sebidang setiap tahun mengalami peningkatan. Meningkatnya terjadinya suatu
kecelakaan di akibatkan oleh merebaknya perlintasan sebidang baik jalan negara,
propinsi dan kabupaten. Selain itu pada daerah pedesaan perlintasan sebidang
yang tidak mendapatkan suatu perizinan merebak jumlahnya.
Untuk menekan tingkat kecelakaan diperlintasan sebidang
bahkan tidak terjadi kecelakaan (zero
accident) maka perlu dilakukan beberapa cara yaitu:
A.
Menurunkan
Jumlah Kecelakaan
Pintu perlintasan kereta api resmi
dijaga tidak menutup kemungkinan tabrakan antara kereta api dengan kendaraan
bermotor tidak bisa dihindari. Karena hal ini dipengaruhi oleh sikap perilaku
para pengemudi yang kurang terpuji, sebab pengguna jalan atau lalu lintas jalan
yang menerobos pintu perlintasan tanpa memperdulikan tanda bahwa kereta api
akan lewat, dan walaupun secara jelas-jelas pintu perlintasan sudah atau sedang
ditutup. Untuk mencegah tingginya kecelakaan pada perlintasan sebidang, perlu
dilakukan mempengaruhi perilaku manusia dengan cara :
1. Upaya mempengaruhi perilaku
masyarakat pengguna perlintasan untuk meningkatkan pengetahuan, pengkondisian
perubahan sikap dan perilaku masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
menciptakan budaya keselamatan di perlintasan. Dimana pada waktu kereta api
melintas, kendaraan bermotor yang akan lewat pada perlintasan untuk berhenti
terlebih dahulu memberikan kesempatan kereta api lewat atau menunggu situasi
sudah aman.
2. Sosialisasi dan promosi, suatu upaya
memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengajak peran serta masyarakat
meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang dengan cara :
a. Penyuluhan atau tatap muka untuk
mendapatkan penjelasan tentang perkeretaapian terkait dengan keselamatan.
b. Penyebaran media cetak seperti
poster, leaflet, brosure dll.
c. Penggunaan media elektronik seperti
TV, Radio, Situs Internet
d. Penggunaan media tradisional sesuai
dengan adat istiadat masyarakat setempat.
B.
Mengurangi
Jumlah Perlintasan Sebidang
Didalam undang-undang
Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sudah jelas disebutkan pada pasal
91 ayat (1) bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan jalan raya dibuat
tidak sebidang. Untuk mengurangi dan meniadakan perlintasan sebidang perlu
diadakan kerjasama dengan pemerintah daerah, dalam perencanaan jaringan jalan
sehingga dalam pembangunan jalan pada perlintasan dengan angkutan jalan perlu
dibuat fly over atau under pass.
Perlintasan sebidang
yang saat ini merebak perkembangannya di daerah pedesaan yang tidak resmi perlu
ditutup, hal ini terkait pasal 94 ayat (1) untuk keselamatan perjalanan kereta
api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyaoi izin harus ditutup. Memperpanjang jarak pintu
lintasan antara satu perlintasan dengan pintu perlintasan yang lain dengan cara
menyatukan perlintasan, dimana yang jaraknya kurang satu kilometer.
Terkait dengan upaya
menekan merebaknya perlintasan sebidang, maka perlu menerapkan suatu peraturan
yang telah berlaku dengan secara penuh dan tepat sasaran. Penegakan hukum perlu
dilaksanakan sangat segera dibidang perkeretaapian yang terkait dengan perlintasan
sebidang, terutama dalam membangun jalan, jalur kereta api khusus, terusan,
saluran air dan prasarana lainnya yang melintas pada jalan kereta api.
Dari beberapa hal
tersebut telah diatur dalam pasal 201 undang-undang Perkeretaapian yang
berbunyi: “Setiap orang yang membangun jalan, jalur kereta api khusus, terusan,
saluran air, dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan
persambungan, perpotongan, atau persinggungan dengan jalan kereta api umum
tanpa izin pemilik Prasarana Perkeretaapian, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda pidana paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), maka untuk pelaksanaannya perlu di
sosialisasikan dan promosi agar masyarakat memahami.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Kecelakaan pada perlintasan sebidang
diakibatkan merebaknya perlintasan sebidang tidak resmi baik jalan negara,
propinsi dan kabupaten, bahkan dipedesaan ndan tidak menutup kemungkinan bahwa
perlintasan sebidang yang resmi di jaga terjadi kecelakaan.
2. Kurang taatnya para pengemudi
kendaraan bermotor mentaati peraturan yang berlaku pada perlintasan sebidang,
bahkan tidak memahami peraturan perjalanan lalu lintas kereta api dan lebih
parah lagi tidak memperhatikan terhadap keselamatam nyawa diri sendiri dan
orang lain.
B.
Saran
1. Menertibkan perlintasan sebidang
tidak resmi dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pembangunan fly over atau under pass, terhadap
perlintasan-perlintasan sebidang yang saat sekarang sudah ada. Selain itu perlu
penataan terhadap lintasan yang rawan terhadap kecelakaan.
2. Perlu sosialisasi terhadap masyarakat
tentang peraturan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang terkait dengan
keselamatan. Sehingga masyarakat memahami akan resiko yang dihadapi dan patuh
terhadap peraturan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar